Pemanfaatan Sumber Daya Air Melalui Pendekatan
Penataan Ruang
UUD 1945
Pasal 33 ayat (3) menyebutkan bahwa pendayagunaan sumber daya air harus
ditujukan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Pengertian yang
terkandung di dalam amanat tersebut adalah bahwa negara bertanggungjawab
terhadap ketersediaan dan pendistribusian potensi sumberdaya air bagi seluruh
masyarakat Indonesia, dan dengan demikian pemanfaatan potensi sumberdaya air
harus direncanakan sedemikian rupa sehingga memenuhi prinsip-prinsip
kemanfaatan, keadilan, kemandirian, kelestarian dan keberlanjutan.
Sumberdaya
air sebagai bagian dari sumberdaya alam (natural resources), di dalam
Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999 – 2004 disebutkan diarahkan
sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian
fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan,
kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal, serta penataan ruang
yang pengusahaannya diatur dengan undang-undang.
Berdasarkan
hal tersebut dalam salah satu rumusan dari 7 (tujuh) misi penyelenggaraan tugas
Departemen Kimpraswil di dalam mencapai visi Departemen adalah “Penyelenggaraan
permukiman, prasarana wilayah dan sumber daya air yang berwawasan lingkungan
dan berdasarkan penataan ruang”. Dengan demikian misi Departemen Kimpraswil
ini memberikan pengertian bahwa dalam rangka melaksanakan tugas pembangunan
yang diamanatkan oleh GBHN 1999-2004 tentang pengelolaan potensi sumberdaya air
harus dilandaskan pada aspek penataan ruang, yang secara kebetulan bidang penataan
ruang di Departemen Kimpraswil berada dalam satu Direktorat Jenderal, yakni
Direktorat Jenderal Penataan Ruang.
Secara umum
masalah pengelolaan sumberdaya air dapat dilihat dari kelemahan mempertahankan
sasaran manfaat pengelolaan sumberdaya air dalam hal pengendalian banjir
dan penyediaan air baku bagi kegiatan domestik, municipal, dan industri.
Masalah
pengendalian banjir sebagai bagian dari upaya pengelolaan pengelolaan
sumberdaya air, sering mendapatkan hambatan karena adanya pemukiman padat di
sepanjang sungai yang cenderung mengakibatkan terhambatnya aliran sungai karena
banyaknya sampah domestik yang dibuang ke badan sungai sehingga mengakibatkan
berkurangnya daya tampung sungai untuk mengalirkan air yang datang akibat curah
hujan yang tinggi di daerah hulu.
Pada sisi
lain penyediaan air baku yang dibutuhkan bagi kegiatan rumah tangga, perkotaan
dan industri sering mendapatkan gangguan secara kuantitas – dalam arti
terjadinya penurunan debit air baku akibat terjadinya pembukaan lahan-lahan
baru bagi pemukiman baru di daerah hulu yang berakibat pada pengurangan luas catchment
area sebagai sumber penyedia air baku. Disamping itu, secara kualitas
penyediaan air baku sering tidak memenuhi standar karena adanya pencemaran air
sungai oleh limbah rumah tangga, perkotaan, dan industri.
Dengan
diberlakukannya Undang-undang 22/1999 tentang Otonomi Daerah, masalah
pengelolaan sumberdaya air ini menjadi lebih kompleks mengingat Satuan Wilayah
Sungai (SWS) atau Daerah Pengaliran Sungai (DPS) secara teknis tidak dibatasi
oleh batas-batas administratif tetapi oleh batas-batas fungsional, sehingga
dengan demikian masalah koordinasi antar daerah otonom yang berada dalam
satu SWS atau DPS menjadi sangat penting dalam pengelolaan sumberdaya air.
Pengelolaan
sumberdaya air menghadapi berbagai persoalan yang berhubungan berbagai macam
penggunaan dari berbagai macam sektor (pertanian, perikanan, industri,
perkotaan, tenaga listrik, perhubungan, pariwisata, dan lain-lain) baik yang
berada di hulu maupun di hilir cenderung semakin meningkat baik secara
kuantitas maupun kualitas. Hal ini telah banyak menimbulkan dispute
antar sektor maupun antar wilayah, yang pada dasarnya merupakan cerminan dari
adanya conflict of interests yang tajam serta tidak berjalannya fungsi
koordinasi yang baik.
Kuantitas
dan kualitas air amat bergantung pada tingkat pengelolaan sumber daya air
masing-masing daerah, keragaman penggunaan air yang bervariasi – pertanian, air
baku domestik dan industri, pembangkit tenaga listrik, perikanan, dan
pemeliharaan lingkungan – selain iklim, musim (waktu) serta sifat ragawi alam
(topografi dan geologi) dan kondisi demografi (jumlah dan penyebaran) serta
apresiasi (persepsi) tentang air.
Mempertimbangkan
hal-hal tersebut, maka sumberdaya air merupakan sumberdaya alam yang sangat
vital bagi hidup dan kehidupan mahluk serta sangat strategis bagi pembangunan
perekonomian, menjaga kesatuan dan ketahanan nasional sehingga harus dikelola
secara terpadu, bijaksana dan profesional.
Proses
penataan ruang mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kegiatan
permukiman dan pengelolaan sumberdaya air. Mengacu kepada Undang-undang No. 24
tahun 1992 tentang Penataan Ruang disebutkan bahwa penataan ruang mencakup
pengembangan lahan, air, udara dan sumberdaya lainnya. Dengan demikian
pengelolaan sumberdaya air adalah bagian dari penataan ruang.
Secara
prinsip, sasaran strategis pengelolaan potensi sumberdaya air adalah menjaga
keberlanjutan dan ketersediaan potensi sumberdaya air melalui upaya konservasi
dan pengendalian kualitas sumber air baku. Sasaran strategis tersebut ditempuh
melalui 4 (empat) tahapan yang saling terkait, yaitu perencanaan, pemanfaatan,
perlindungan, dan pengendalian.
dan
seterus nya,,
bersambung>>(01)==> buat yang ingin tau lanjutan bisa komen di bawah ^_^ Terimakasih :D
0 komentar "Pemanfaatan Sumber Daya Air Melalui Pendekatan Penataan Ruang", Baca atau Masukkan Komentar
Posting Komentar